Vaksin Covid Dipastikan Keamanannya, Tapi Tidak Menjamin Segera Lapor Bila

20 November 2020, 07:26 WIB
Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari Sp.A(K)., MTropPaed (Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)) memberikan paparan dalam dialog bertema keamanan vaksin dan menjawab KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) di Jakarta, Kamis, 19 November 2020. /DOK. KEMENKOMINFO/

EDITORNEWS - Setelah ditentukan siapa saja yang akan menerima Vaksin pencegahan Covid-19 yaitu tenaga Medis dan lembaga pemerintahan yang berhubungan dengan masyarakat.

Saat ini Uji klinik vaksin Sinovac telah masuk fase III dan selesai melakukan penyuntikan kepada seluruh sukarelawan yang dikerjakan di center Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).

Pendampingan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak pengembangan protokol uji klinik dan inspeksi pelaksanaan uji klinik.

Baca Juga: No 2 Bikin Bahagia, Safron Rempah Termahal Apa Lagi Manfaatnya?

Baca Juga: Publik Berharap Dekat Dengan TNI Melalui Media Informasi

Sedangkan untuk memastikan mutu vaksin COVID-19 dilakukan inspeksi kesiapan fasilitas produksi baik di Cina maupun di Bio Farma.

Uji klinik merupakan tahapan penting guna mendapatkan data efektivitas dan keamanan yang valid untuk mendukung proses registrasi vaksin COVID-19.

Sejauh ini tidak ditemukan adanya reaksi yang berlebihan atau Serious Adverse Event yang ditemukan selama menjalankan uji klinik fase III di Unpad.

Baca Juga: Layanan Pemeriksaan Swab PCR Covid-19 Kini Sudah Ada di RS DKT

Baca Juga: Menakutkan, Pengacara Trump Dapat Ancaman Karena

Prof. Hindra Irawan Satiri, SpA(K), MTropPaed, Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) menyampaikan. “Perkembangan vaksin COVID-19 sudah masuk uji fase III, tinggal menunggu laporan dari Brazil, China, Turki, dan Indonesia.

Setelah laporan selesai barulah keluar izin edarnya. Jadi untuk mendeteksi dan mengkaji apakah ada kaitannya imunisasi dengan KIPI ada ilmunya, yang disebut Farmakovigilans.

Tujuannya untuk meningkatkan keamanan, meyakinkan masyarakat, sehingga memberikan pelayanan yang aman bagi pasien dan memberikan informasi terpercaya” terangnya pada acara Dialog Produktif bertema Keamanan Vaksin dan Menjawab KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (18/11).

Baca Juga: Presiden Berharap LKPP Harus Berani Melakukan Terobosan dengan Memanfaatkan Teknologi Super Modern

Baca Juga: Di Perpanjang PPPK : Gaji Guru di Daerah Lulus dalam Seleksi PPPK 2021 Dijamin Kelayakannya

Lebih lanjut lagi, Prof. Hindra menerangkan bahwa semua fase-fase uji klinik vaksin memiliki syarat yang harus dilakukan.

Semua syarat harus terpenuhi baru boleh melanjutkan ke fase berikutnya.

Namun dalam keadaan khusus, seperti pandemi COVID-19, proses dipercepat tanpa menghilangkan syarat-syarat yang diperlukan.

Baca Juga: Aksi Demo Ribuan Buruh di Jatim Minta Pemerintah Naikan UMK Rp600 Ribu

Baca Juga: Dosen FKIP Universitas Jambi Tewas Gantung Diri, Istri Histeris

Semua proses ini pun didukung oleh pembiayaan dan sumber daya yang dibutuhkan, sehingga proses-proses yang lebih panjang dalam penemuan vaksin bisa dipersingkat.

“Saya tidak setuju terminologi anti vaksin, masyarakat sebenarnya masih mis konsepsi, artinya pengertian masyarakat belum mantap karena mendapat keterangan dari orang-orang yang kurang kompeten atau bukan bidangnya.

Kita perlu mendapatkan informasi dari sumber-sumber terpercaya seperti organisasi profesi dan kesehatan terpercaya. Jangan dari situs yang tidak jelas, dari grup WhatsApp itu yang membingungkan masyarakat”, kata Prof. Hindra.

Baca Juga: Memohon Bisa Kembali Normal Transgender Millen Cyrus Berdoa di Depan Ka'bah

Menjawab beragam mitos yang beredar di masyarakat, Prof. Hindra berpendapat. “Di masyarakat beredar mitos yang mengatakan vaksin mengandung zat berbahaya. Hal ini tidak benar, karena tentu saja kandungan vaksin sudah diuji sejak pra klinik.

Sebenarnya vaksin tidak berbahaya, namun perlu diingat vaksin itu produk biologis. Oleh sebab itu vaksin bisa menyebabkan nyeri, kemerahan, dan pembengkakan yang merupakan reaksi alamiah dari vaksin.

Jadi memang kita harus berhati-hati mengenai mitos-mitos terkait KIPI ini”.

Baca Juga: Habib Rizieq Mencoreng Citra Islam dan Bikin Malu Kata GP Ansor

Apabila ditemukan KIPI, sebenarnya semua masyarakat bisa melaporkan ke Komnas KIPI melalui situs, www.keamananvaksin.kemkes.go.id.

Komnas KIPI sendiri merupakan Lembaga yang terbentuk sejak 2007 yang beranggotakan para ahli independen, dengan kompetensi dan keilmuan terkait vaksinologi.

Bahkan untuk menjangkau wilayah Indonesia yang luas, telah terbentuk Komite Daerah KIPI di 34 Provinsi.

Baca Juga: Putri Delina anak komedian Sule tak kuasa menahan tangis mengingat pesan Almarhumah Lina Zubaedah

Baca Juga: Gunung Merapi Status Siaga Hari Ini 19 November

“Yakinlah keamanan vaksin itu dipantau sejak awal. Bahkan setelah vaksin diregistrasi, tetap dipantau dan dikaji keamanannya”, ujar Prof. Hindra.

Prof. Hindra meyakini, selain COVID-19, masyarakat saat ini dihadapkan pula dengan informasi keliru yang tidak disikapi dengan bijak.

“Musuh kita cuma satu yaitu virus. Musuh kita adalah musuh bersama, untuk melawannya kita harus bekerja sama agar upaya-upaya jadi efektif dan tidak mementingkan diri sendiri.

Baca Juga: Jerinx SID divonis 1 Tahun 2 Bulan, Akankah Mengajukan Banding dalam Kasus Kacung WHO

Baca Juga: Seorang Pria Dibuat Remuk Raga dan Jiwa Setelah Mencuri Dari Atlet Wanita

Cobalah bijak bersosial media dengan memilah-milah mana yang bisa dibagikan dan dipertanggungjawabkan, mana yang harusnya kita hapus.

Jangan sampai meresahkan masyarakat, kalau kita bersatu InsyaAllah dalam waktu yang tidak terlalu lama pandemi COVID-19 ini bisa kita taklukan”, tutupnya.***

Editor: Dimar Aditya

Sumber: Kominfo Kemenkominfo

Tags

Terkini

Terpopuler