Mengenang The Great Smog Insiden Mengerikan di London yang Tewaskan 12 Ribu Jiwa, Bagaimana dengan Jakarta?

22 Agustus 2023, 17:21 WIB
London /

EDITORNEWS.ID - Pada tahun 1952, Negara London dihantam bencana Kabut Asap yang menewaskan 12 ribu jiwa. Insiden tersebut diabadikan dalam Kisah The Great Smog Of London yang terjadi selama 5 hari.

Awal tragedi mematikan tersebut dari kelalain masyarakat London terhadap polusi udara yang kian meningkat. Karena Pasca Perang dunia ke 2, London dilanda krisis yang membuat masyarakatnya sulit untuk mendapatkan bahan bakar.

Karena London sangat dingin, akhirnya Batubara dengan Kualitas rendah menjadi opsi terakhir yang digunakan untuk menjadi sumber energi.

Batubara kualitas rendah digunakan semua industri di London kala itu. Bahkan hampir setiap rumah warga di London pada tahun 1952, menggunakan Batu Bara kualitas rendah untuk menjadi bahan bakar di tungku perapian.

Baca Juga: Topan Lan Hantam Jepang, Keberangkatan Ratusan Penerbangan Hingga Shinkansen Dibatalkan

Namun yang terjadi kemudian, asap dari produksi setiap rumah hingga pabrik industri memilu meningkatnya polusi udara dan menimbulkan kabut asap pekat.

Akhirnya, tragedi The Great Smog Of London pun dimulai pada hari Jumat 5 Desember 1952.

Suhu udara saat itu mencapai 0 derajat Celcius, memicu penggunaan batu bara yang meningkat.

Asap dan polusi udara yang ditimbulkan sangat parah, bahkan kabut asap membuat jarak pandang sangat-sangat terbatas.

Karena sangat tebalnya asap, dilaporkan banyak warga yang meninggal akibat kecelakaan. Mulai dari pengguna jalan yang tidak dapat melihat jarak sehingga terjun bebas ke sungai, hingga ribuan kasus kecelakaan di jalan raya.

Baca Juga: Kim Jong Un Memecat Jenderal Tertinggi Korea Utara dan Menyerukan Peningkatan Produksi Senjata

Tidak hanya itu, polusi udara yang disebabkan asap tersebut juga memicu peningkatan kasus gangguan pernapasan dan Jantung.

Jumlah pasien rawat inap dalam kasus gangguan Jantung ini meningkat hingga 48% pada tanggal 9 Desember 1952.

Dan parahnya, ada data yang menyebutkan, peningkatan pasien pernapasan di London kala itu meningkat hingga 163%.

Kabut asap membuat kota London benar-benar lumpuh, bahkan para pengurus jenazah melaporkan, peti mati yang digunakan pada saat tragedi tersebut meningkat sangat banyak.

Baca Juga: Ini Sosok Laksamana Lisa Franchetti, Perempuan Pertama AS yang Jadi Tentara AL

Bandara tidak dapat beroperasi, bahkan Ambulan pun pasrah tidak dapat berbuat apa-apa, karena tidak berani menembus tebalnya kabut asap.

4 tahun setelah insiden mengerikan The Great Smog Of London, pemerintah Inggris mengeluarkan aturan Clean RX tahun 1956 yang isinya mengatur penggunaan asap di industri dan juga di rumah tangga.

Inggris juga menciptakan zona tanpa asap yang diatur lewat undang-undang. Pemerintah memindahkan industri batubara dari kota-kota besar dan juga melarang penggunaan batubara untuk rumah tangga.

Aturan pun kembali diperluas Inggris pada tahun 1968, dan semua cerobong asap rumah tangga diatur tingkat polusinya. Akhirnya, insiden mengerikan ini mengubah pandangan Negara-negara lain yang mulai ketar-ketir dengan bahaya polusi udara dan Kabut Asap.

Baca Juga: Kim Jong Un Berjanji untuk Mengembangkan Kerja Sama dengan China ke Tingkat Lebih Tinggi
Lantas Bagaimana dengan Ibukota Jakarta hari ini?

Kualitas udara di kota Jakarta pada tahun 2023 semakin menghawatirkan, dalam foto viral yang beredar, terlihat Kota Jakarta di atapi dengan kabut asap yang tebal.

Kualitas udara Jakarta pada Minggu 20 Agustus 2023 masuk dalam kategori tidak sehat. Kualitas udara Jakarta bahkan menduduki peringkat pertama terburuk di dunia.

Dikutip dari laman pengukuran kualitas udara IQAir, indeks kualitas udara di DKI Jakarta tercatat pada angka 161 atau menjadi yang paling buruk dibandingkan kota-kota besar lain di seluruh dunia.

Tentu kita tidak ingin tragedi The Great Smog Of London Menimpa Indonesia, untuk itu, semua pihak harus kompak untuk menekan tingkat polusi dan pencamaran udara.

Seperti tidak lagi melakukan pembakaran sampah. Mulai berganti dari kendaraan pribadi menjadi transportasi umum. Pemerintah harus melakukan penertiban pabrik industri, dan yang paling penting mulai melakukan penghijauan.***

Editor: Sylvia Hendrayanti

Tags

Terkini

Terpopuler