Bermain Puzzle, Catur, dan Belajar Bahasa Baru Dapat Mencegah Demensia Frontotemporal

- 17 Februari 2023, 23:31 WIB
Ilustrasi seseorang menhubungkan kepingan puzzle, diambil dari Senjin Pojckic (Pixabay).
Ilustrasi seseorang menhubungkan kepingan puzzle, diambil dari Senjin Pojckic (Pixabay). /

Ternyata penyakit Demensia Frontotemporal (FTD) dapat dapat dicegah dengan bermain puzzle dan catur. Hal tersebut diungkapkan dokter spesialis neurologi RSUD Sawah Besar, dr. Andre Sp.N, dikutip dari ANTARA.

Baca Juga: Suporter Rusuh di Laga PSIS vs Persis yang Tanpa Penonton, Kok Bisa?

Dokter spesialis neurologi tersebut menyatakan, dengan permainan yang dapat merangsang stimulasi seperti puzzle dan belajar bahasa baru direkomendasikn untuk daapat mencegah FTD.

Selain itu kegiatan ringan yang dapat mencegah demensia frontotemporal, seperti berkomunikasi, belajar bahasa baru atau music juga direkomendasikan. Pasalnya kegiatan tersebut dapat menstimulasi otak.

"Direkomendasikan melakukan aktivitas yang menstimulasi seperti puzzle, belajar bahasa baru atau instrumen musik, dan terlibat dalam percakapan sebanyak 30 menit atau lebih dalam sehari," tulisnya dalam pesan singkat yang diterima ANTARA di Jakarta, Jum'at.

Andre menyebut penyakit ini memiliki perbedaan dengan demensia alzheimer. Jika demensia alzheimer banyak ditemui pada rentang usia 65 dan mengalami gangguan daya ingat, sedangkan gejala demensia frontotemporal sering dijumpai dengan perubahan perilaku dan kesulitan menyusun kosa kata dalam berbicara.

Baca Juga: Prinsip Orang Jepang yang Dapat Diterapkan Melawan Rasa Malas

"Gejala utama yang sering dijumpai adalah perubahan perilaku, kesulitan memahami perintah, kesulitan menemukan kosa kata dalam berbicara, gangguan dalam perencanaan, hilangnya minat untuk mengerjakan sesuatu yang sebelumnya disukai. Berbeda dengan alzheimer yang lebih dominan gangguan daya ingat," katanya.

Sampai saat ini, dokter spesialis neurologi tersebut menyatakan belum ditemukan obat yang dapat menghentikan demensia frontotemporal atau FTD. Penanganan yang tepat hanya dengan terapi non-obat, seperti terapi fisik, dukungan sosial, terapi okupasi, terapi wicara, terapi perilaku kognitif dan layanan rehabilitasi.

Terapi ini melibatkan berbagai lintas kesehatan, baik dari dokter Neurologi, dokter Psikiatri, dokter Rehabilitasi Medis dan terapis wicara.***

Halaman:

Editor: Aditya Ramadhan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x