EDITORNEWS.ID – Herry Wirawan menjadi terdakwa usai memperkosa 13 santriwati. Beberapa santriwati hamil bahkan ada yang sudah melahirkan.
Herry disebut terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Atas perbuatannya itu, jaksa penuntut umum menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman mati dan hukuman kebiri, serta dikenakan denda Rp1 miliar terhadap terdakwa Herry Wirawan.
Jaksa beralasan bahwa terdakwa seharusnya melindungi sebagai guru dan pemilik pondok pesantren. Apalagi para korbannya, ada yang sampai hamil dan melahirkan.
Baca Juga: Habis Masa Jabatan Anies Baswedan, Giring Ganesha: Kader PSI Cocok untuk Jadi Gubernur Jakarta
Namun demikian, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak setuju dengan tuntutan hukuman mati yang dilayangkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) kepada terdakwa kasus perkosaan 13 santri di Bandung tersebut.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan hukuman tersebut bertentangan dengan prinsip HAM.
“Komnas HAM tidak setuju penerapan hukuman mati karena bertentangan dengan prinsip HAM,” ujar Beka, Rabu 12 Januari 2022.
Menurut Beka Ulung Hapsara, Harry tidak seharusnya dihukum mati karena hak hidup merupakan hak yang tidak bisa dikurangi dalam situasi apa pun (non derogable rights).
Baca Juga: Polisi Ringkus 9 Muncikari Kasus Prostitusi Online di Pontianak