Utang Indonesia Tembus Rp7.554,2 Triliun, Sri Mulyani Klaim Masih Wajar

- 29 Desember 2022, 11:59 WIB
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sebut indonesia masih wajar
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sebut indonesia masih wajar /Antara/

EDITORNEWS.ID – Posisi utang Indonesia berada di angka Rp7.554,25 triliun hingga 30 November 2022. Meski demikian utang tersebut dinilai masih aman.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut komposisi utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih aman. Ini menunjukkan rasio utang terhadap PDB sebesar 38,65persen utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," ujanya dalam publikasi final APBN KITA edisi Desember 2022, Kamis (29/12).

Adapun utang ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp6.697,83 triliun dan pinjaman sebesar Rp856,42 triliun. Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,66 persen dari seluruh komposisi utang akhir November 2022.

"Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri. Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang Rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga," ungkap Sri.

Baca Juga: Sidang Hari Ini Ferdy Sambo akan Tunjukan 9 Barang Bukti yang Meringankan

Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,36 persen . Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan diikuti Bank Indonesia (BI), sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,5 persen, hingga akhir tahun 2021 tercatat 19,05persen, dan per 15 Desember 2022 mencapai 14,6 persen.

"Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup. Meski demikian, dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai," kata Sri memungkasi.***

Editor: Sylvia Hendrayanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x