Intervensi Negara Akan Semakin Besar, Terkait Dengan Pola Perdagangan Komoditas

- 16 Desember 2020, 07:05 WIB
Suasana aktivitas di Pelabuhan
Suasana aktivitas di Pelabuhan /Foto kredit: Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay/

 

EDITORNEWS - Dikutip dari Antara, Intervensi negara melalui kebijakan pemerintah, baik di negara maju maupun berkembang akan semakin besar terkait dengan pola perdagangan komoditas yang banyak melalui rantai nilai global di tingkat internasional.

"Kita melihat munculnya kembali merkantilisme di mana negara memainkan peran besar untuk perdagangan pasar domestik dan internasional," kata Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo dalam webinar yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Selasa.

Menurut Iman, dengan peran negara melalui kebijakan pemerintah yang lebih besar, ketergantungan juga akan lebih besar terhadap berbagai BUMN.

Baca Juga: Artis Berwajah Cantik Salshabilla Adriani Mengalami Kecelakaan Beruntun di Kemang, Jaksel 

Baca Juga: Bupati Kerinci Adirozal Terpapar Positif Covid-19

Selain itu, ujar dia, diperkirakan bakal terdapat pendekatan yang semakin kaku dan birokratis terkait dengan pembahasan perdagangan internasional antara berbagai pihak.

Pembicara lain, Akademisi Australian National University, Arianto Patunru menyatakan bahwa dunia saat ini bukan mengalami deglobalisasi, tetapi slow-balisasi atau perlambatan dalam globalisasi.

Hal tersebut, lanjutnya, terjadi karena dunia telah mengalami hiperglobalisasi dari akhir 80-an hingga tahun 2008, yang ditandai dengan kemajuan dalam sektor teknologi komunikasi informasi dan liberalisasi perdagangan

Baca Juga: Terbang ke Bali Wajib Tes PCR dan Mengisi e-HAC 

Baca Juga: Polda Jabar Tetap akan Diperiksa Rizieq Shihab, Kerumunan Megamendung

"Apa yang menyebabkan slow-balisasi adalah Resesi Besar 2008, meningkatnya proteksionisme, perang dagang AS-China, pandemi," paparnya.

Ia berpendapat bahwa tantangan ke depan yang akan dihadapi adalah proteksionisme sedangkan pola perdagangan global sedang mengerucut ke rantai nilai global.

Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Zamroni Salim berpendapat, terkait perdagangan internasional, dalam konteks negara Indonesia yang kaya sumber daya alam, maka hilirisasi masih menjadi konsep yang penting untuk dipromosikan.

Baca Juga: Pengguna Vaksin Covid-19 Mulai dari Usia 18 Hingga 15 tahun 

Baca Juga: Rapat Pleno di Lampung Berlangsung dengan Kericuhan

Selain itu, ujar Zamroni, penting pula untuk melakukan evaluasi terkait perjanjian perdagangan bebas yaitu dengan semakin mengikutsertakan UMKM, terutama di dalam beragam sektor yang selama ini sangat terdampak pandemi dalam rantai nilai global.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penandatanganan perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang melibatkan 15 negara akan mendorong Indonesia lebih terintegrasi dengan rantai nilai global.

"Indonesia harus memanfaatkan peluang yang ditawarkan RCEP dengan akses pasar bagi produk ekspor Indonesia akan semakin terbuka, industri nasional akan semakin terintegrasi dengan jaringan produksi regional dan semakin terlibat dalam mata rantai regional dan global," kata Airlangga Hartarto, Kamis (26/11).

Baca Juga: Indonesia Lawyears Club (ILC) Pamit dari Hadapan Publik 

Halaman:

Editor: Dimar Aditya

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x