Pria Katolik Asal Papua Gagal Nikahi Gadis Muslim Berujung Gugat UU Perkawinan ke MK

- 11 Februari 2022, 11:23 WIB
 Pria Katolik asal Papua ajukan UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi karena gagal nikahi Gadis Muslim
Pria Katolik asal Papua ajukan UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi karena gagal nikahi Gadis Muslim /

EDITORNEWS.ID – Pria katolik asal Papua yang gagal nikahi gadis muslim ini berujung gugat UU perkawinan ke Mahkamah Konstitusi.

E Ramos Petege, pria asal Kampung Gabaikunu, Mapia Tengah, Papua mengajukan permohonan pengujian materiil UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan ke Mahkamah Konstitusi.

Ramos dan kekasihnya ini, sudah menjalani hubungan selama tiga tahun. Berniat melangsungkan ke jenjang lebih serius namun upaya itu dibatalkan, karena persoalan perbedaan agama.

Pada gugatannya tersebut, Ramos menyampaikan bahwa ia gagal menikahi seorang gadis muslim. Ramos merasa dirugikan dengan UU tersebut.

Baca Juga: Salah Sasaran Seorang Pemburu Babi Acuhkan Peluru ke Temannya

“Pemohon adalah warga negara perseorangan yang memeluk agama Katolik yang hendak melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang memeluk agama Islam. Akan tetapi setelah menjalin hubungan selama 3 tahun dan hendak melangsungkan perkawinan, perkawinan tersebut haruslah dibatalkan karena kedua belah pihak memiliki agama dan keyakinan yang berbeda,” tulis Ramos dalam gugutannya di situs MK pada Rabu (9/2/2022).

Dalam gugatannya, pemohon menjelaskan mengenai syarat sahnya suatu perkawinan yang diatur dalam ketentuan UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan memberikan ruang seluas luasnya bagi hukum agama dan kepercayaan yang beragam jumlahnya dalam menafsirkan sahnya suatu perkawinan akan tetapi tidak memberikan pengaturan apabila perkawinan tersebut dilaksanakan oleh mereka yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda.

Ketidakpastian tersebut secara aktual kata Ramos telah melanggar hak-hak konstitusional yang dimiliki pemohon, sehingga ia tidak dapat melangsungkan perkawinannya karena adanya intervensi oleh golongan yang diakomodir negara.

“Hal ini tentunya menyebabkan pemohon kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaannya karena apabila hendak melakukan perkawinan adanya paksaan, salah satunya untuk menentukan keyakinan serta juga kemerdekaan untuk dapat melanjutkan keturunan melalui membentuk keluarga yang didasarkan pada kehendak bebas yang mulia,” kata Ramos.

Baca Juga: Banjir di Gresik Menggenangi Delapan Desa, Arus Air Berasal dari Luapan Kali Lamong

Halaman:

Editor: Sylvia Hendrayanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah