Dukung Ramah Lingkungan, Penerapan Teknologi USC Untuk PLTU

- 9 Januari 2021, 14:55 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Desa Suralaya, Kecamatan Pulomerak, Cilegon, Banten yang dikelola oleh PT Indonesia Power
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Desa Suralaya, Kecamatan Pulomerak, Cilegon, Banten yang dikelola oleh PT Indonesia Power /Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral./

EDITORNEWS - Pengamat pertambangan Singgih Widagdo menilai bahwa penerapan teknologi Ultra Super Critical (USC) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dapat mendukung upaya ramah lingkungan.

Singgih Widagdo yang juga Ketua Indonesia Mining and energy Forum (IMEF) dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, menyampaikan anggapan banyak kalangan yang menyebut bahwa PLTU sebagai salah satu penyumbang emisi terbesar tidak lagi relevan.

Ia mengemukakan, selain menekan emisi, penerapan teknologi USC mampu meningkatkan efisiensi pembangkit listrik melalui proses pengaturan tekanan dan suhu uap yang masuk ke dalam turbin.

Baca Juga: Presiden Tanzania John Magufuli Meminta China untuk Menghapuskan Sejumlah Utang Negaranya 

Baca Juga: Edy Rahmayadi Meminta Seluruh Tokoh Masyarakat Jadi Pionir Pelaksanaan Vaksinasi

"Dari kondisi saat ini (besarnya kebutuhan dan sistem kelistrikan yang ada), batubara tentu tetap sebagai pilihan yang strategis dan efisien," kata Singgih.

Sementara itu, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, penggunaan batu bara dalam PLTU masih sangat relevan untuk saat ini hingga tahun-tahun kedepannya. Apalagi, ketersediaan batu bara di Indonesia masih banyak.

"Kalau kita lihat 57 persen pembangkit listrik masih memakai batu bara," katanya.

Ia mengusulkan kepada pemerintah untuk mewajibkan PLTU memasuki era baru dalam penggunaan batu bara dengan teknologi maju seperti penggunaan USC, dengan menggunakan EQCS (Emission Quality Control System) yang menerapkan FGD (Flue Gas Desulfurization) yang meminimkan sulfur.

Baca Juga: Ada-ada Saja, Fadli Zon dilaporkan ke Bareskrim karena Diduga Like Konten Berbau Pornografi di Twitt 

Baca Juga: TREASURE dan Grup Idola K-pop Menjadwalkan Kembali ke Jagat Musik pada Pertegahan Januari

Teknologi ini, dipaparkan, digunakan untuk menghilangkan sulfur dioksida dari emisi gas buang pembangkit.

FGD membuat kandungan CO2 yang dilepaskan ke atmosfer, tidak mencemari udara. Upaya meminimalisir emisi juga dilakukan dengan teknologi SCR (Selective Catalytic Reduction) yang menghilangkan emisi NOx sehingga menjadi partikel yang tak berbahaya.

"Teknologi-teknologi itu sudah ada dipakai dan terbukti lebih ramah lingkungan. Saya kira PLN punya komitmen untuk itu, tinggal kita ingatkan terus," katanya.

Terkait dengan emisi yang dihasilkan proses di PLTU, anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika mengatakan memang tidak bisa ditampik. Hal itu juga terjadi semua pembangkit tenaga listrik, bukan hanya batu bara.

Namun, kata dia, saat ini sudah ada teknologi yang mampu menekan emisi tersebut agar lebih rendah. "Ada teknologi yang clean untuk menekan emisinya agar bisa lebih rendah," katanya.***

Editor: Aditya Ramadhan

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x